kirimanpublik
Kecerdasannya luar biasa, sekali membaca satu dua halaman beliau mampu menghafal seketika dan menguraikan masalah lengkap dengan berbagai penjelasan dan referensinya.
Tidak seperti Gus gus pada umumnya, Gus Mus lebih suka pakaian yang tidak menunjukkan dirinya adalah seorang Gus, beliaupun memilih lebih akrab kepada yang selain gus, anak anak petani, tukang becak, kuli bangunan, nelayan, dan sejeninsnya, yang kemudian menjadi semacam komunitas dengan ciri hasnya yang jauh dari kesan adanya sekat klas sosial, dan tingkah polah seperti ini pula yang meresahkan keluarga besarnya,
Gus Mus dianggap tidak mampu menjaga kehormatan keluarganya. Padahal harapan tanggung jawab santri dan pesantren terpikul di pundaknya berdasarkan musyawarah sepakat keluarganya, pertimbangannya Gus Mus yang putera ke dua dari Kyai Abu Haibah adalah yang paling alim diantara putera dan puterinya.
Bukannya waktu membuat Gus Mus mampu menata diri seperti harapan Abuyanya, tetapi Gus Mus semakin memalukan, cara berpakaiannya semakin menunjukkan bahwa beliau lebih pantas menjadi pemulung daripada calon Kyai, beliau lebih suka diam menghemat kata, keluyuran bersama anak anak miskin, memancing, bakaran jagung, masakan dan aktifitas aktifitas yang menjelata.
Mushlih..... Mushliiiiih pagi itu Abuyanya memanggilnya, Abuya mau ngomong sama kamu nak, duduklah...
Iya Buya, sami,na....
Nak, buya ini sudah Tua, kamu adalah satu satunya harapan buya untuk meneruskan perjuangan generasi terdahulumu, buya minta supaya kamu mulai belajar memperbaiki cara hidupmu sebagai seorang calon pemikul amanat...
Tak pernah terlintas dalam benakku untuk menanggung jawabi orang lain, sedangkan aku belum tahu apakah aku mampu mempertanggung jawabkan diriku sendiri kelak dihadirat Alloh. Jawab Gus Mus dengan tertunduk...
Kyai Abu Haibah terkejut, tidak menyangka jika Gus Mus mampu berkata demikian, hatinya bergetar, untuk sementara bibirnya terkatup bersamaan air mata beliau yang menetes satu satu.
Tak ada yang tahu mereka berdua tenggelam dalam kecamuk hati seperti apa, keheningan terketuk jam dinding dalam ruangan yang sunyi, bahkan desah nafas merekapun begitu halus terdesir.
Dan beberapa menit kemudian...
Lalu apa yang kamu kerjakan di luar sana nak?
Ampun beribu ampun abuya, ananda mencoba mendekati Tuhan dengan melucuti segala apa yang menunjukkan kebesaran ananda, yang jika sedikit saja menempel di tubuh ananda, mata manusia akan segera memandang ananda sebagai orang yang dekat dengan Tuhan apalagi dari sudut pandang ananda adalah seorang Gus, alim, putera Kyai besar dengan ribuan santrinya, tetapi ananda merasa pandangan Tuhan tidak pernah teruju kepada ananda, sebab ananda telah merasa begitu besar, mulia dengan diciumi tangan ananda, setiap orang menunduk takut menatap wajah ananda karena mengira ananda adalah simbol kemuliaan agama bahkan bagian dari manifestasi keAgungan Alloh sendiri.
Kemunafikan semacam ini yang membuat hati ananda sakit dan melarikan diri.
Cukup anakku.... Bapak dan Anak itupun saling berangkulan, lama mereka terisak dengan saling peluk, maafkan ananda buya, maafkan ananda yang mengecewakan keluarga...
Tidak nak tidak, dan buya Gus Mus itupun semakin erat memeluknya.
Mohon ijin menghaturkan permohonan buya, ijinkan ananda untuk segera menikah...
Secepat mega yang tertiup angin, secepat itu pula terhapusnya mendung di wajah Kyai Abu Haibah, oh ya nak, buya sangat bahagia mendengarnya, Ning puteri Kyai manakah yang kamu cintai nak? Nanti buya sendiri yang akan melamarkan secepatnya untukmu nak....
Gus Mus terdiam...
Cepat katakan nak....
Begitu pentingkah sebuah kehormatan dalam hal memilih pasangan hidup buya? Gus Mus bertanya.
Apa maksudmu Nak?
Apakah ketika saya menikahi anak perempuan orang terhormat itu artinya saya telah memperoleh kemuliyaan yang sejati juga?
Abuya Haibah diam, air matanya menetes kembali, sejurus kemudian, Abuya berkata; baiklah nak, sepertinya kau lebih dulu memahami arti seorang hamba, dan aku merestui siapapun yang kamu pilih untuk kamu jadikan istri....
Panggil Ummahmu kemari nak..
Labbaik ya Buya...
Tak berapa lama Ibu Nyai Shobiroh telah datang dengan diiringi puteranya..
Lama mereka berbincang, Gus Mus sendiri telah berpamitan untuk keluar, katanya ada tanggung jawab yang segera harus ia laksanakan.
Di kaki gunung Kunci itu Gus Mus dengan Kambing kambing milik mbah Satir yang setiap harinya ia gembalakan terlihat ada keceriaan, tiga ekor kambing telah melahirkan anak anaknya secara berurutan, Gus Mus tersenyum, alhamdulillah... aku rela jika jerih payahku selama ini menjadi sabab akan tercukupinya diriku untuk menikah, gumam Gus Mus dalam hati.
Kang Mus!!! Sini lho, ada kabar gembira untukmu, dari kejauhan Kang Syukron melambaikan tangannya. Sini, temani aku njamen, tadi saya bawa thiwul kacang kesukaanmu, lanjut Kang Syukran ketika Gus Mus telah duduk di sampingnya di bawah pohon Asam jawa yang rindang.
Ada Kabar apa to Kang, kok katanya kabar gembira untuk saya? Gus Mus penasaran juga.
Apalagi kalau bukan tentang siSiti pacarmu?
Lha memang ada apa to dengan Siti, ah siapa pula yang pacaran sama Siti, kamu itu kok sukanya menfitnah? Sambil tersenyum Gus Mus bertanya serius, terlihat dari sedikit ketegangan di wajahnya menandakan Gus Mus sedang penasaran.
Pelayan warkop kampung itu ternyata cinta mati sama sampean je Kang Mus, peletmu benar benar mujarab, hahahahaha
Duh, ada apa sieh Kang Syukran, mbok yang thes gitu kalau bicar!!!
Jangan marah dong Kang, gini lho, tadi malam kan juragan Sawo jadi melamar ke Siti untuk anak bungsunya si Jaiman itu..
Terus terus...
Haaaa mbok yang sabar, belum selesai cerita sudah nronyok saja kamu itu, ketahuan kamu cinta berat kan sama siSiti? Hahahaha
Ya udah katakan saja!!! Kamu itu sukanya kok menggoda saja!!!
Jadi siSiti ceritanya tetap gak mau kawin sama siJaiman lho Kang Mus, walaupun Kakeknya telah merayunya sekian bulan, siSiti malah nangis terus semalam, ya sudah ahirnya Kakeknya nyerah, terus ditanya sama Kakeknya, terus yang kamu sukai itu siapa to nduk, memang kamu telah punya pilihan sendiri yang lebih ganteng dan kaya dari Jaiman?
Terus Siti bilang apa Kang?
Kata Kakeknya tadi pagi sieh siSiti menunggu seorang pemuda dari desa jauh sana Kang, katanya pemuda itu baru akan bilang sama bapaknya.
Siapa lagi kalau bukan kamu, yang suka ngopi berjam jam di warkop kakeknya kan kamu, terus kalau kamu ngopi di situ kan siSiti terlihat sangat ceria Kang? Seloroh Kang Syukran.
Inna Lillahi Roji'un... Hari dimana Gus Mus mengajukan permohonan itu ternyata adalah menjadi hari terakhir Gus Mus bertemu muka dengan Buyanya, Ponpes gempar, kediaman Kyai Abu Haibah telah banyak para pentakziyah, ribuan pelayat mengantarkan jenazah yang wafat dalam sujudnya sore itu sungguh menggambarkan betapa Kyai itu sangat berarti di hati Masyarakat, diantara yang hadir itu adalah Mbah Dermo Kakek Siti Salekah dan Mbah Satir juragan Kambing.
Lho Kang, sampean alumni santri ponpes ini to? Tanya Mbah Satir pada Gus Mus, iya Mbah sejak kecil saya ngajinya di sini jawab Gus Mus dengan tertunduk menyembunyikan kesedihannya.
Tiga bulan selanjutnya, Gus Mus dipanggil sama Ummahnya, pembicaraan kali ini sangat serius, washiyat dari Abuyanya harus segera disampaikan ke Gus Mus.
Pertama tama yang paling penting adalah siapa yang memimpin pesantren peninggalan Buya kalian, dan berdasarkan washiyat dari Buya kalian, saya disuruh bertanya sama Mushlihan, apakah kamu tetap dalam pendirianmu nak?
Gus Mus diam, sembab matanya ia sembunyikan dengan menutupi wajahnya dengan tangannya..
Pendirian ananda adalah apa kata Ummah, jika Ummah memerintahkannya maka tidak ada alasan apapun bagi ananda untuk membantahnya, jawab Gus Mus dengan suara yang serak.
Hemmmm lalu yang pernah kau bicarakan dengan Buyamu bagaimana?
Itu adalah pendirian hidup ananda, jalan hidup ananda, jalan ananda menuju Tuhan ananda, dan semua itu akan sia sia jika tanpa ridlonya Ummah....
Baiklah kalau begitu, lalu siapakah yang kau pandang mampu melanjutkan perjuangan Buyamu jika kamu telah memutuskan untuk memilih jalan hidupmu sendiri?
Banyak Ummah, semuanya akan mampu dibawah ridlonya Ummah...
Akhirnya Gus Nasir yang telah berumah tangga di lain kecamatan pada bulan berikutnya terpaksa boyong ke Ndalem Utama, dan pemimpin Pondok Al Asna itu adalah KH. Abdun Nasir Haybah.
Sekali lagi, suasana ndalem sepuh gempar, ketika keluarga besar Al Marhum Kyai Abu Haybah tahu jika calon Istri yang dipilih oleh Gus Mus adalah anak yatim piatu pelayan warkop Mbah Dermo.
Bagaimana mungkin!!! Kita sudah terlalu memberikan kebebasan kepada Muslihan, ini tidak bisa dibiarkan, bagaimana nantinya jika Kyai kyai yang lain tahu kalau Muslihan menikahi wanita pelayan warkop? Masyaalloh... Apa sieh yang yang diinginkan oleh Muslihan, teganya ia menjatuhkan martabat keluarga kita!!! Dan segala macam ungkapan kekecewaan bak laron dimusim penghujan.
Ummahnya yang sejak tadi terisak isak, tiba tiba berdiri, dan ini adalah salah satu washiyyat Buya kalian, bahwa siapapun wanita pilihan Mushlihan kita diperintahkan untuk mengiyakan, dengan suara agak meraung Bunyahi melanjutkan, tetapi aku sendiri tidak pernah menduga jika wanita pilihan Muslihan sungguh sangat..... hik hik hik... Ya Alloh aku menerima hal ini sebagai ujianMu, huuuuu huuuuu..
Perhelatan itu sama sekali tidak menunjukkan sebagai pernikahan putera sorang Kyai besar, sunyi, tak ada tamu undangan, hanya beberapa famili yang salah satunya bertindak sebagai wakil keluarga.
Haul peringatan Wafatnya Kayi Abu Haibah yang ke tujuh kali ini sungguh luar biasa, tetapi ada suatu kepanikan luar biasa, yang bertugas membaca hafalan Al Quran mendadak jatuh sakit, mau mencari pengganti juga tidak mudah, Gus Mus bilang sama keluarga, coba saja Siti diminta untuk menggantikan kalau mau...
Istrimu hafal Al Quran?
Gus Mus tersenyum, bukan cuma hafal, dia juga mampu membuat Zainun yang berumur Lima tahun hafal Juz Amma.
Sumber : catatan Zainal Wong Wongan
No comments:
Post a Comment